MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI

Share: Facebook Twitter

MAKAM SYEKH IBRAHIM ASMOROQONDI

Lokasi : Desa Gesikharjo, Kec. Palang

(+ 5 KM kearah timur dari pusat kota)

Makam salah satu Waliyullah yang juga Ayahanda Sunan Ampel 

SEJARAH SYEKH MAULANA IBRAHIM ASMORO QONDI

Di  tahun 1416 M Syekh Maulana Ibrahim Asmoro Qondi dinikahkan ayahnya  dengan Dewi Candrawulan, putri ke dua Raja Campa Jaya Simhawarman III yang dalam Serat Walisana disebut sebagai Raja Kiyan. Putri pertama Raja Kiyan, Dyah Dwarawati yang dalam Babad Tanah Jawi disebut sebagai Putri Campa, menikah dengan Sri Kertawijaya tahun 1415 M, yang saat itu masih berstatus salah satu calon putra mahkota Kerajaan Majapahit. 

“Dari pernikahan itu Syekh Makhdum Ibrahim Asmara Qondi memiliki dua putra yaitu Raden Santri atau Raden Ali Murtaha lahir tahun 1417 M. Sedang putra keduanya Raden Rahmat baru lahir tahun 1420 M,”ujar Prof. Dr. Syeikhul Hadi Permana  Guru Besar UINSA Surabaya.

Syekh Maulana Ibrahim Asmoro Qondi  bertempat tinggal di Champa selama tiga belas tahun lamanya.  Kemudian menuju Jawa setelah  kerajaan Champa diserang kerajaan Vietnam dan mengalami kekalahan. Ia lolos dalam upaya pembunuhan. Sedangkan keluarga kerajaan lainnya banyak yang terbunuh.  

Islamkan Arya Damar       

Kedatangannya  ke Jawa pada sekitar tahun 1362 Saka/1440 Masehi, bersama dua orang putera dan seorang kemenakannya serta sejumlah kerabat, dengan tujuan menghadap Raja Majapahit yang menikahi adik istrinya, yaitu Dewi Darawati. Sebelum ke Jawa, rombongan Syekh Ibrahim Asmoro Qondi singgah dulu ke Palembang untuk memperkenalkan agama Islam kepada Adipati Palembang, Arya Damar.

Setelah berhasil mengislamkan Adipati Palembang, Arya Damar (yang namanya diganti menjadi Ario Abdullah) dan keluarganya. Selanjutnya Syekh Ibrahim Asmoroqondi beserta putera dan kemenakannya melanjutkan perjalanan ke Pulau Jawa. Rombongan mendarat di sebelah timur bandar Tuban, yang disebut Gesik (sekarang Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban).

Pendaratan Syekh Ibrahim Asmoro Qondi di Gesik dewasa itu dapat dipahami sebagai suatu sikap kehati-hatian seorang penyebar dakwah Islam.Mengingat Bandar Tuban saat itu adalah bandar pelabuhan utama Majapahit. Itu sebabnya Syekh Ibrahim Asmoro Qondi beserta rombongan tinggal agak jauh di sebelah timur pelabuhan Tuban, yaitu di Gesik untuk berdakwah menyebarkan kebenaran Islam kepada penduduk sekitar. Sambil menulis sebuah kitab dengan nama Usui Nem Bis, yaitu sejilid kitab berisi enam kitab dengan enam bismillahirrahmanirrahim, ditulis atas nama Syekh Ibrahim Asmoro Qondi.

Syekh Ibrahim Asmoro Qondi  tidak lama berdakwah di Gesik. Sebelum tujuannya ke ibukota Majapahit terwujud, Syekh Ibrahim Asmoro Qondi dikabarkan meninggal dunia. Beliau dimakamkan di Gesik tak jauh dari pantai. Makamnya dikeramatkan masyarakat dan dikenal dengan sebutan makam Sunan Gagesik atau Sunan Gesik.

Sepeninggal Syekh Ibrahim Asmoro Qondi, putra-putranya Ali Murtadho dan Ali Rahmatullah beserta kemenakannya, Raden Burereh (Abu Hurairah) beserta beberapa kerabat asal Champa lainnya, melanjutkan perjalanan ke ibukota Majapahit untuk menemui bibi mereka Dewi Darawati yang menikah dengan Raja Majapahit. Perjalanan ke ibukota Majapahit dilakukan dengan mengikuti jalan darat dari Pelabuhan Tuban ke Kutaraja Majapahit.

diolah dari berbagai sumber.

Komentar

comments powered by Disqus

Berita Terbaru

Berita Terpopuler